Senin, 20 Desember 2010

Menguak Fenomena Pembelokan Kali Opak


Menguak Fenomena Pembelokan Kali Opak


Sabtu, 18 Desember 2010

Pembentukan gurun pasir, pergeseran lempeng tektonik, meletusnya gunung berapi, dan tsunami merupakan contoh-contoh fenomena geologi yang selalu menarik untuk dikaji. Peristiwa-peristiwa alam itu pun telah banyak diteliti dan dianalisis oleh para ahli. Namun, dari sekian banyak fenomena alam yang terjadi, ada satu fenomena yang luput dari kajian para ahli, yakni pembelokan muara Sungai Opak.

Sebenarnya, peristiwa berbeloknya air Kali Opak, Yogyakarta ketika hendak bermuara ke Samudra Hindia terbilang unik. Pasalnya, apabila dibandingkan dengan “sifat” aliran air dari muara sungai pada umumnya, peristiwa yang terjadi di Kali Opak bisa dikatakan sebagai anomali. Biasanya, ketika sungai bermuara ke pantai memiliki persimpangan tegak lurus dengan bibir pantai. Sedimentasi atau endapan yang dihasilkan dari peristiwa itu tidak akan menimbulkan pembelokan, tetapi hanya memunculkan delta-delta.

Seperti diketahui, muara sungai merupakan tempat bertemunya arus pasang surut air laut dengan air sungai yang saling berlawanan. Kondisi itu akan memberi pengaruh kuat pada proses sedimentasi. Pada kasus Kali Opak, sedimentasi material tersebut mengakibatkan terjadinya pembelokan aliran air ke arah barat atau kanan. Fenomena tersebut bisa diketahui dari hasil rekaman citra satelit. Fenomena yang sama tampak pula di Kali Progo di Kulon Progo, Kali Bogowonto di Purworejo, dan Kali Serayu di Cilacap yang berada di bagian selatan Pulau Jawa dan berhadapan dengan Samudra Hindia.

Peristiwa pembelokan muara sungai itu telah menarik perhatian dua peneliti muda, Yan Restu Freski dan Darmadi dari Taman Pintar Science Club, Yogyakarta. Kedua finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2010 itu kemudian mengaji penyebab terjadinya fenomena alam tersebut. Rasa penasaran kedua peneliti muda itu semakin tinggi manakala melihat sungai di timur Bantul, Yogyakarta yang juga berhadapan dengan Samudra Hindia tidak mengalami pembelokan.

Demikian pula halnya dengan sungaisungai yang berada di bagian barat Cilacap, Jawa Tengah. “Pembelokan hanya terjadi antara wilayah Bantul sampai Cilacap,” kata Yan. Yan dan Darmadi lantas meneliti fenomena pembelokan sungai itu dengan berlandaskan teori terjadinya pembelokan menandakan adanya gangguan pada sistem aliran air. Mereka pun mengaji faktor-faktor yang kemungkinan terlibat dalam pertemuan antara arus sungai dan laut.

Beberapa faktor itu antara lain angin, pantai, gelombang, muara sungai, musim, dan arus sungai. Baik Yan maupun Darmadi menduga faktor-faktor ter sebut menjadi penyebab berbeloknya aliran Sungai Opak. Yan yang masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Geo logi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dan Darmadi, mahasiswa Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), melanjutkan penelitian mereka dengan melakukan studi lapangan.

Tujuan studi lapangan itu untuk mengamati kondisi geomorfologi, sampel sedimen, dan proses sedimentasi. Pengamatan sampel sedimen dilakukan dengan metode granulometri, yaitu metode untuk menganalisis ukuran butir-butir sedi men. Yan mengatakan butir-butir sedimen berperan dalam proses pembentukan sedimen dan deposisi sedimen. Berdasarkan kajian di lapangan yang disajikan dengan cara deskriptif analitis, diketahui mereka berhasil menemukan faktor yang menjadikan arus Su ngai Opak berbelok ke arah barat daya.

Pengaruh Angin

Salah satu faktor penyebab pembelokan itu adalah arah angin yang dominan bertiup dari arah tenggara dan menyudut menghantam muara kali. “Pada Desember hingga Februari angin itu mulai menurun. Bahkan, pada Maret angin bertiup dari arah barat ke tenggara,” papar Yan. Angin yang bertiup lebih kuat dikatakan sangat memengaruhi pembelokan aliran sungai karena angin itu mendorong gelombang laut (swash).

Gelombang laut yang menyudut dengan bibir pantai dan muara yang membujur dari tenggara ke barat menimbulkan longshore drift atau gerakan zig-zag sedimen di sepanjang pantai. Pada kasus Kali Opak gerakan zig-zag yang terjadi dari arah tenggara dan barat laut serta dari arah barat laut menghasilkan sedimen yang memanjang dari timur ke barat.

Adapun gerakan zig-zag yang berasal dari tenggara menghasilkan sedimen lebih banyak dibandingkan dengan gerakan zig-zag yang berasal dari arah barat. Hal itu disebabkan gerakan zig-zag di bagian tenggara lebih lama dibandingkan gerakan zig-zag di bagian arah barat. Di bagian tenggara, gerakan tersebut terjadi sejak April hingga November dan didukung pula oleh suplai sedimen yang kontinu di muara Kali Opak.

“Sementara longshore drift dari barat hanya terjadi selama dua bulan, dari Januasi hingga Maret dan tidak banyak berpengaruh dalam mengembalikan arus muara Sungai Opak,” ujar Yan yang pernah memenangi Lomba Penelitian Remaja (LPIR) Kementerian Pendidikan Nasional. Adanya sedimen dari arah pantai yang dihasilkan oleh gera kan zig-zag itu menyebabkan tidak terjadinya proses sedimentasi di Sungai Opak.

Arus air sungai yang membawa sedimen dari daratan terhalang oleh sedimen dan berbelok ke kanan. Pembelokan itu membuat posisi muara Kali Opak menjadi miring dengan bibir pantai. Sedimen dari arah pantai yang dihasilkan longshore drift kemudian terakumulasi bersama dengan endapan dari Sungai opak. Hal itu dibuktikan Yan melalui metode granulometri sampel sedimen pada titik sedimen antara bibir pantai dan Sungai Opak yang berbelok. Sampel sedimen Sungai Opak memiliki komposisi pasir dan kerikil dalam ukuran yang tidak seragam dengan warna terang.

Sementara, sedimen yang berada di bibir pantai berupa pasir gelap dengan butiran halus berukuran sama. Lebih jauh Yan menjelaskan butiran sedimen juga memengaruhi terjadinya pembelokan muara kali. Di Kali Opak, Kali Progo, Kali Bogowonto, dan Kali Serayu terjadi pembelokan karena sedimensedimennya bertekstur lembut.

Sementara di sungai yang berada di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta, tidak terjadi pembelokan karena sedimennya berupa batuan kapur berukuran besar. Yan menambahkan pembelokan pada Kali Opak bukan pula disebabkan oleh adanya arus yang kuat. Pasalnya, arus yang ada tidak cukup kuat untuk bergerak lurus ke pantai sebagai akibat dari landainya kontur daratan di wilayah itu.
hay/L-2
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar