Rabu, 17 November 2010

Bioreaktor Mini Penghasil Biogas



Sabtu, 13 Nopember 2010


Sampah telah menjadi problem yang cukup krusial di sejumlah daerah, terutama di kota-kota besar. Tidak hanya sampah anorganik, sampah organik pun kerap kali sangat mengganggu lingkungan apabila tidak dikelola cara-cara yang mengikuti prinsip 3 R reduce, reuse, dan recycle (3R). Sampah anorganik yang sulit diuraikan biasanya menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA), mengendap di sungai, bahkan di laut.

Akibatnya, selain mengganggu ekosistem perairan, pantai pun tidak lagi sedap dipandang. Sementara itu, sampah organik yang membusuk dapat menyebabkan timbulnya bau tidak sedap terhadap lingkungan. Selain aroma tidak sedap, sampah organik dapat pula mencemari lingkungan dan menjadi sumber penyakit. Bau yang menusuk membuat lingkungan tidak nyaman lagi ditinggali dan secara estetika tidak sedap dipandang.

Untuk mengurangi berbagai dampak merugikan dari keberadaan sampah organik itu, trio peneliti dari jurusan Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB), yakni Ivanna, Marcelia, dan Aldina Saraswati Suwanto mencoba memanfaatkan sampah tersebut. Upaya yang mereka lakukan ialah mengonversi gas yang terkandung di dalam sampah organik, salah satunya ialah gas metana (CH4), menjadi biogas. Seperti diketahui gas metana merupakan gas kerap mencemari lingkungan dan dapat menyebabkan pemanasan global.

Untuk mengonversikan gas tersebut, mereka membuat bio reaktor. Menariknya, jika umumnya biogas diambil dari kotoran hewan, Ivanna dan dua rekannya memilih bahan olahan dari sampah dapur. “Kami terinspirasi ketika melihat banyaknya sampah dapur di kantin kampus yang tidak pernah dimanfaatkan,” ujar Ivanna. Menurut dia, selama ini pembuangan sampah dapur rumah tangga dan warung dilakukan tanpa proses degradasi terlebih dulu.

Hal itu sangat disayangkan, pasalnya sampah dapur memiliki potensi untuk diubah menjadi energi alternatif berupa gas. Modal 85 Ribu Rupiah Dengan modal 85 ribu rupiah, para peneliti itu kemudian mencoba melakukan riset kecil-kecilan membuat bioreaktor anaerob sebagai penghasil biogas. Bioreaktor itu nantinya dipakai pada proses biologi yang mengubah sampah organik menjadi gas metana. Dalam proses produksinya, bioreaktor anaerob tidak menggunakan bantuan oksigen sehingga membutuhkan reaktor yang tertutup.

Dengan bantuan bakteri asetogen serta metanogen akan dihasilkan biogas untuk keperluan memasak. Agar bioreaktor itu murah dan praktis digunakan, Ivanna dan rekan- rekannya memutuskan untuk membuat perangkat yang berukuran kecilan. Mereka melakukan terobosan membuat bioreaktor skala rumah tangga yang selama ini belum ada. “Selama ini reaktor biogas dari sisa-sisa makanan memang sudah ada, namun kebanyakan masih berukuran besar dan tidak praktis diletakkan di tempat umum di perkotaan,” kata Ivanna.

Lebih lanjut Ivanna menjelaskan bioreaktor berukuran kecil dan sederhana itu memang ditujukan untuk diaplikasikan di rumah tangga. Oleh karena itu, secara estetika bioreaktor tersebut dapat diletakkan di dalam rumah dan kantin. Dengan tambahan aksesori seperti tumbuhan atau bunga di atasnya, papar Ivanna, bioreaktor mini itu pun dapat tampil cantik tanpa mengganggu pemandangan. Pembuatan bioreaktor skala rumah tangga itu melewati beberapa tahapan penelitian.

Sebagai tahap awal, para peneliti menyiapkan tabung berukuran 25x78,5x25 sentimeter yang akan dipakai sebagai bioreaktor. Tabung dipilih dari dari tong sampah plastik yang banyak beredar di pasaran dengan kapasitas 42 liter bahan cair. Tahap selanjutnya, tabung dipasangi keran untuk jalan keluarnya gas. Pada bagian bawah tabung dilapisi semacam kasa atau jaring. Kasa yang ditanam di bagian dalam dimaksudkan untuk memudahkan pembuangan sampah yang telah berkurang gasnya.

Di atas tabung dibuat penutup dengan seal dari karet agar gas tidak bocor ke mana-mana. Ivanna mengatakan tabung tersebut tampak begitu sederhana dan mudah dioperasikan. Pasalnya, pada perangkat tersebut tidak perlu dipasang sensor suhu, propeler untuk mengaduk sampah, dan alat pelindung panas atau thermal jacket seperti bioreaktor umumnya. Karena kepraktisan itulah, orang awam pun dapat membuat dan mengoperasikan sendisi bioreaktor.

Untuk menghasilkan gas, proses yang dilalui diawali dengan memasukkan bahan-bahan organik dari sampah dapur, seperti sisasisa nasi, sayur, buah, dan aneka bumbu dalam keadaan basah ke dalam tabung. Tabung lalu ditutup rapat dan dipastikan tidak ada bagian yang bocor. Begitu juga keran harus dalam keadaan rapat. Lewat proses anaerob pada bioreactor, beberapa bakteri penghasil metana atau metanogen pun bekerja.

Beberapa bakteri yang termasuk metanogen antara lain Methanobacterium formicicum, Methanobacterium thermoautotrophium, Me thanococcus vanielli, Methanomi crobium mobile, Methanospirillium hungatei, Methanosarcina barkeri, dan Methanothrix sp. Ivanna menjelaskan bakteribakteri itu tidak dikembangbiakkan dari luar. Sebabnya, secara otomatis bakteri sudah ada di dalam bahan-bahan organik dari sampah dapur tersebut.

Bakteri metanogen bekerja dengan tidak melibatkan oksigen sehingga tabung harus dalam keadaan tertutup rapat. Bakteri metanogen kemudian me lakukan bioreaksi di dalam tabung. Selanjutnya, sampah akan menghasilkan beberapa senyawa organik yang berasal dari hasil reduksi oleh bakteri. Senyawa-senyawa yang dimaksud antara lain CO2, NH2, H2, dan H2S.

“Senyawa-senyawa itu memproduksi asam dengan mereduksi CO2 menjadi metana dengan bantuan H2,” papar Ivanna. Berdasarkan kajian tim peneliti, reaksi biologis akan menghasilkan gas setelah 20 hari. Namun, sebenarnya pada hari ke-15 gas tersebut sudah terbentuk, hanya semburan apinya belum sebesar ketika reaksi berlangsung lebih lama lagi.

Ivanna yang masih berstatus mahasiswi angkatan tahun 2007 itu menerangkan hasil reaksi bioreaktor dengan bahan dari sisa-sisa sampah daput dapat menghasilkan gas dalam jumlah relatif banyak. Dari hasil analisis diketahui setelah gas berumur 20 hari akan dihasilkan gas setara dengan 3 kilogram Elpiji. Menurut Ivanna, proses pembuatan bioreaktor juga terbilang cepat.

Meski Ivanna dan dua rekannya telah berhasil membuat bioreaktor skala rumah, masih ada pekerjaan rumah yang mesti mereka selesaikan, yaitu menyalurkan gas ke dalam kompor. Agar mengalir ke dalam kompor, gas memerlukan penampungan dan mesti memiliki tekanan.

Hal yang pasti, tekanan pada biogas tidak terlampau tinggi dan tidak membahayakan sehingga tidak diperlukan bahan penampung yang kuat, tidak seperti penampung gas umumnya.
hay/L-2
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta

1 komentar:

  1. Bisakah mbak memberikan bagan dari alat tersebut. Kalo bagian bawah dipasang kasa untuk apa ? Cara membuang sampah dari bioreaktor gimana ?

    BalasHapus