Rabu, 17 November 2010

Jagung Kaya Protein Hasil Penyilangan



Proses persilangan antara jagung jenis guluk-guluk dengan srikandi kuning 1 akan menghasilkan jagung varietas unggul. Selain tinggi tingkat produktivitasnya, jagung tersebut juga memiliki kadar protein yang lebih besar ketimbang jagung tanpa persilangan.

   
         
  Lahan pertanian padi kini semakin menyusut akibat banyaknya alih fungsi lahan. Dampaknya, produksi padi yang merupakan bahan baku makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia pun semakin berkurang.

Di sisi lain, pertumbuhan penduduk terus meningkat, tak ayal kondisi yang tidak imbang itu bisa mengakibatkan timbulnya ancaman krisis pangan.

Untuk mencegah krisis pangan, perlu dilakukan beberapa upaya, antara lain membuka lahan pertanian baru, mencari sumber pangan alternatif, dan melakukan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan agar tanaman lebih produktif.

Upaya lainnya, memasyarakatkan tanaman pangan nonberas agar lebih digemari masyarakat. Salah satu tanaman yang dimaksud ialah jagung (Zea mays L). Sebenarnya sudah sejak lama masyarakat Indonesia mengenal jagung sebagai salah satu sumber pangan.

Di daerah dengan curah hujan rendah dan tandus jagung merupakan bahan pangan andalan penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka akan karbohidrat.

Masyarakat Madura, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan beberapa wilayah tandus lainnya menjadikan jagung sebagai makanan pokok mereka.

Selain sebagai bahan pangan, jagung juga dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Hingga 2010, kebutuhan jagung baik untuk memenuhi permintaan dalam negeri maupun luar negeri masih sangat besar, sehingga perlu pemanfaatan lahan tidur yang ada.

Dari total lahan kering seluas 853.250 hektare, luas lahan yang telah digunakan untuk menanam ja gung baru mencapai 11.998 hektare. Sementara itu, sekitar 21.099 hektare digunakan untuk menanam tanaman palawija di luar jagung.

Lahan yang tersisa yang seluas 820.153 hektare sebenarnya berpotensi pula untuk ditanami tanaman jagung. Untuk meningkatkan produksi jagung nasional, selain lahan tambahan, diperlukan pula dukungan teknologi.

Penggunaan teknologi utamanya untuk mendapatkan va rietas unggul yang bisa menguntungkan para petani.

Budi Setiadi Daryono, dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dan peneliti pemuliaan tanaman mengatakan, jagung hibrida yang selama ini banyak ditanam para petani memiliki sejumlah keunggulan, antara lain masa panen lebih cepat, lebih tahan serangan hama dan penyakit, serta produktivitas lebih tinggi. “Jagung hubrida masih menjadi favorit masyarakat untuk ditanam,” ujar Budi.

Sifat Unggul

Masa panen jagung hibrida sekarang ini mencapai 99 hari, dengan hasil panen 6 sampai 7 ton per hektare.

Bandingkan dengan jagung biasa yang masa panennya lebih lama dengan hasil lebih sedikit, yakni 3 sampai 5 ton per hektare. Meski produktivitas ja gung hibrida lebih tinggi ketimbang jagung biasa, di mata Budi hasil itu belum memuaskan.

Dia menginginkan varietas jagung yang lebih unggul, yakni lebih tahan penyakit, memiliki masa tanam pendek, hasil panen tinggi, dan tahan kekeringan. Budi bersama dengan mahasiswa program doktoral di Universitas Trunojoyo, Madura, lantas mencari kultivar atau varietas jagung yang berpotensi menjadi ja gung unggul dengan sifat-sifat seperti yang dikehendakinya.

Pencarian dilakukan di Madura dan hasilnya Budi bersama koleganya itu mendapatkan 200 varietas jagung. Dari sejumlah varietas tersebut, Budi menyaring hingga akhirnya dia menetapkan empat varietas yang berpotensi dikembangkan sebagai jagung unggul.

Keempat varietas jagung itu, yakni tambin, guluk-guluk, talangoh, dan manding dianggap tahan terhadap serangan penyakit yang mengakibatkan benih dan tangkai membusuk, daun menjadi kering, dan tanaman layu.

Apabila dibandingkan dengan tiga varietas ja gung lainnya, guluk-guluk termasuk jenis yang paling menonjol. Budi menjelaskan guluk-guluk memiliki kelebihan tahan penyakit dan masa panen jagung genjah atau kering pohon hanya mencapai 75 hari.

Sementara itu, masa panen jagung yang akan digunakan untuk keperluan konsumsi dengan cara direbus lebih cepat lagi, 60 sampai 65 hari dan jagung yang biasa dimanfaatkan sebagai sayur bisa dipanen ketika mencapai usia 50 hingga 55 hari.

Sayangnya, nilai protein jagung tersebut masih rendah hanya mencapai 5,5 sampai 6,5 persen dari seluruh kandungan nutrisi yang ada pada palawija tersebut. Padahal, umumnya jagung memiliki kandungan protein lebih besar dari itu.

Untuk meningkatkan kandungan protein pada jagung unggul itu perlu dilakukan penyilangan dengan varietas lain, seperti srikandi kuning 1 dan srikandi putih 1.

Srikandi kuning 1 dan srikandi putih 1 merupakan varietas hasil kultivasi Badan Penelitian Jagung dan Serelia Maros, Sulawesi Selatan. Srikandi merupakan perka winan antara varietas quality protein maize (QPM) dari lembaga penelitian internasional CIMMYT di Meksiko dengan varietas lokal.

Jagung QPM memiliki kandungan asam amino lisin dan triftopan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung biasa. Lisin dan triftopan dikenal sebagai asama amino esensial yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, khususnya pada anak-anak.

Jagung yang beredar di pasaran rata-rata mengandung asam amino esensial mencapai 11 persen. Varietas srikandi putih 1 dan srikandi kuning 1 masing-masing memiliki kandungan protein lisin 0,58 dan 0,46 persen dan triptofan 0,11 dan 0,10 persen.

Lantaran kandungan protein sri kandi kuning 1 lebih besar ketim bang srikandi putih, maka Budi memilih menyilangkan gulukguluk dengan srikandi kuning 1. Selain dari sisi kandungan protein, pemilihan srikandi kuning 1 juga berda sarkan pertimbangan tongkol jagung yang memiliki 12 hingga 14 baris.

Budi mengatakan meski hasil panen srikandi kuning 1 cukup lumayan, yaitu 7,8 ton per hektare, sayangnya masa panen varietas itu terbilang lama, bisa mencapai 105 hingga 110 hari.

Karenanya, dia pun mengawinkan guluk-guluk dengan srikandi kuning 1 dengan membuat dua variasi. Variasi pertama, srikandi kuning 1 dijadikan indukan dan guluk-guluk sebagai “bapaknya” dengan hasil disebut SG.

Sedangkan variasi kedua, guluk- guluk sebagai indukan dengan “bapak” srikandi kuning 1. Dari uji coba di Madura dan kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP4), selama dua kali masa panen, kedua variasi perkawinan itu mampu menghasilkan jagung kering seba nyak 5 sampai 6 ton per hektare dalam waktu genjah atau selama 75 hari.

“Ini merupakan waktu yang cukup singkat untuk menghasilkan jagung kering pohon,” ujar Budi yang meraih gelar doktor dari Tokyo University of Agriculture and Technology.

Selain unggul dari segi masa panen, jagung GS dan SG pun memiliki ukuran tongkol yang lebih panjang, mencapai 30 sampai 35 sentimeter. Sementara panjang tongkol guluk-guluk hanya 15 sampai 19 sentimeter.

Saat ini, kedua jagung varietas unggul itu sedang menanti uji lokasi di 16 tempat berbeda di Indonesia. Umumnya untuk keperluan tersebut diperlukan dana sebesar 15 juta rupiah untuk satu lokasi dalam satu kali tanam.

“Penelitian ini bukan hanya untuk wilayah Yogyakarta dan Madura melainkan pula untuk seluruh Indonesia,” pungkas Budi.
hay/L-2

Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar