Rabu, 17 November 2010

Menjajal Pemilu “E-Voting”

Jumat, 21 Mei 2010
     
Pemilihan umum (pemilu) manual masih diliputi kecurangan, penghamburan waktu, dan pemborosan biaya. Pemilu elektronik dapat dipakai untuk mengatasi kekurangan meski terdapat setumpuk tantangan.

LEBIH EFFEKTIF , Suasana penghitungan suara di pusat rekapitulasi suara KPU beberapa waktu lalu. KPU optimistis e-voting bisa diterapkan pada penyelenggaraan pemilu mendatang, sebab penggunaan teknologi komputerisasi lebih efektif dan menghemat anggaran negara.

   
         
  Negara demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ditandai dengan suara dari rakyat sebagai penentu arah politik.

Muaranya adalah terwujudnya pemilu yang jujur dan adil (jurdil), serta persamaan di depan hukum.

Sayangnya, setiap kali pemilu, orang masih direpotkan dengan isu kecurangan yang membuat banyak orang bertikai.

Isu seperti mencoblos lebih dari satu kali, penggelembungan suara, Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif, dan sejenisnya selalu berulang, entah itu dalam pemilu kepala daerah maupun pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Kecurangan atau kekeliruan tentu saja menjadi masalah bagi legitimasi politik.

Orang yang berkuasa akan terus mendapatkan rongrongan jika legitimasinya diragukan lantaran terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses pemilunya.

Sebenarnya ada harapan agar pemasalahan seputar pemilu tidak muncul setiap kali diselenggarakan.

Lewat pemanfaatan teknologi informasi yang disebut dengan evoting (electronic voting), pemilu dapat dilaksanakan lebih terkontrol.

Dengan begitu, kecurangan dan kesalahan dapat diminimalisasi oleh sistem yang ada.

Dari segi istilah, e-voting merupakan sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, menayangkan perolehan suara, serta memelihara dan menghasilkan jejak audit.

Jadi, e-voting bukan sekadar melakukan pemungutan suara dengan alat elektronik, namun mencakup semuanya.

E-voting telah dilaksanakan di berbagai negara, seperti India, Brasil, Venezuela, AS, dan Filipina.

Negara-negara itu telah sukses melaksanakan pesta demokrasinya dengan teknologi komunikasi elektronik.

Sudah Saatnya

Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary, setelah beberapa kali melakukan pemilu dengan cara manual, sudah saatnya Indonesia melakukan pemilu dengan cara e-voting pada pemilu 2014 mendatang.

“Tiba saatnya Indonesia melaksanakan e-voting,” katanya.

Ia mengatakan pada Pemilu 2009, dibutuhkan biaya besar untuk setiap pemilih.

Setiap orang memerlukan anggaran 122 ribu rupiah.

Bandingkan dengan anggaran e-voting, yang per orang bisa ditekan menjadi enam ribu rupiah saja.

Hafiz mengatakan secara yuridis dan teknologi, e-voting sudah dapat dipenuhi.

Tinggal mempersiapkan aspek-aspek lainnya agar sistem pemilu yang memiliki beberapa keunggulan itu dapat terlaksana pada pemilu nasional mendatang.

Oleh karena itu, sejak sekarang, perlu dipersiapkan sarana dan prasarananya, termasuk Undang-Undang Pemilu baru yang kini sedang digodok oleh DPR.

Menurut Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar, untuk dapat menyelenggarakan pemilu yang efisien dan efektif, teknologi e-voting sudah harus dimanfaatkan.

Ia mengatakan dibandingkan dengan pemilu konvensional dengan cara mencoblos atau mencontreng, cara ini menawarkan beberapa keuntungan.

Keuntungan e-voting, menurut Marzan, lebih hemat dalam pemungutan suara, cepat dalam memilih, cepat dalam menghitung, dan tidak memerlukan surat suara.

Risiko kehilangan atau kerusakan surat suara tidak ada lagi.

Pada pemilu legislatif, misalnya, penghitungan bisa berlangsung dua hari dua malam.

Sebenarnya pada pemilu lalu, Indonesia telah menggunakan perangkat elektronik dalam melaksanakan pemilu.

Sayangnya, hal itu hanya dipakai dalam penghitungan cepat atau quick count dan penghitungan secara e-counting.

Secara teknik, e-voting adalah suatu metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perangkat elektronik.

Terdapat beberapa perangkat, baik lunak maupun keras, yang dipakai pada pemilihan ini.

Jika mengacu pada teknologi yang sudah ada dan telah dikembangkan BPPT, e-voting kepala dusun dan kepala kelurahan sudah dilakukan di Kabupaten Jembrana, Bali.

Dalam proses pemungutan suara di daerah itu, teknologi ini menggunakan kartu chip dan komputer layar sentuh.

Reader pada mesin akan membaca kartu.

Selanjutnya, layar akan menampilkan calon kepala dusun atau kepala desa atau kelurahan yang akan dipilih.

Pemilih akan memilih salah satu pasangan dengan cara menyentuh layar.

Bukan hanya itu, setelah usai, mesin akan memberikan struk bukti tanda sudah memilih, dan dimasukkan ke kotak suara.

Bukti struk dimaksudkan untuk merunut jika terjadi keluhan masalah penghitungan.

Agar Pemilu dapat berlangsung jurdil, e-voting mensyaratkan keamanan, misalnya dengan akurasi penghitungan yang tinggi, dapat dilakukan verifikasi dan dapat dilakukan audit untuk evaluasi oleh pihak yang kompeten.

Bahkan, nantinya, sistem on line ini harus bebas gangguan hacker, cracker, dengan standard operating procedure (SOP) yang jelas.

Sistem Kontrol Marzan mengatakan setelah memilih, orang tidak akan dapat memilih lagi.

Sistem kontrol komputer akan mengecek atau memverifikasi, apakah sudah melakukan pemilihan atau belum.

Ketika ia sudah memilih, komputer akan menolak.

Meski demikian, hingga sekarang, belum ditentukan teknologi mana yang paling pas.

Pasalnya, dalam empat tahun ke depan, terjadi kemajuan terus-menerus dalam teknologi e-voting.

Banyak ahli yang belum mengungkapkan teknologi mereka lantaran belum didaftarkan sebagai hak kekayaan intelektual.

Yang menjadi syarat agar sistem e-voting dapat terselenggara secara nasional adalah adanya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Data SIAK kemudian dijadikan dasar untuk membuat KTP elektronik dengan data single identity number (SIN).

Dengan SIN, setiap orang hanya memiliki satu KTP.

Syarat inilah yang dipakai dalam melaksanakan e-voting.

“Momentum penyelenggaraan e-voting terbuka, dengan diselenggarakan program penataan SIAK,” katanya.

Namun, Hafiz mengatakan, pada Pemilu 2014 nanti, tidak serta merta semua daerah dan semua pemilu memakai e-voting.

Aspek sosiologis, sumber daya manusia, dan geografis menjadikan tidak semua pemilu dapat diselenggarakan secara serentak di semua wilayah.

Artinya, bagi yang belum memungkinkan, masih dipakai cara lama, yakni dengan cara mencontreng.

Jimly Asshiddiqie, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, menegaskan tidak usah gamang dalam menjalankan e-voting.

Payung hukumnya sudah ada, yaitu dengan keputusan MK yang menetapkan pengertian lebih luas terhadap kata mencoblos yang ada pada UU No 32 Tahun 2004.

Ia mengatakan pada pemilu nanti masyarakat dapat melakukan e-voting secara bertahap, mulai dari Pemilu Kada Kabupaten Kota, Pemilu Kada Provinsi, Pemilu Presiden, hingga Pemilu Legislatif nasional yang memiliki kerumitan lebih tinggi.

“Masyarakat sudah siap, tinggal penyelenggaranya, dan peserta pemilu yang perlu mempersiapkan diri,” pungkasnya.
hay/L-1
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar