Rabu, 17 November 2010

Wadah Berkumpulnya para Ilmuwan

03 Feb 2010

Pendapat para ilmuwan yang berkumpul dalam satu akademi ilmu pengetahuan kerap digunakan untuk menentukan arah masa depan bangsa ini.

Akademi ilmu pengetahuan menjadi perangkat yang kerap ditemukan di negara modern. Di negara-negara maju yang memiliki tradisi ilmu pengetahuan yang kental, keberadaan lembaga semacam ini seakan menjadi suatu keharusan. Salah satunya Inggris. Negeri Ratu Elizabeth ini memiliki lembaga yang disebut The Royal of London for Improvement of Natural Knowledge atau Royal Society. Perkumpulan yang sudah berdiri sejak 1660 itu bertujuan memajukan dan mempercepat revolusi ilmu pengetahuan.

Bahkan Italia memiliki sejarah tentang lembaga ilmu pengetahuan yang lebih tua lagi. Di negeri tempat para ilmuwan ternama dunia dilahirkan ini, terdapat Accademia dei Iincei yang didirikan 1603. Lembaga ini juga merupakan wadah bagi ilmuwan Italia untuk mempercepat revolusi ilmu pengetahuan ketika itu.Meski tidak setua tradisi keilmuan di Eropa, Indonesia juga memiliki Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia yang pada 2010 ini menapaki usia 20 tahun. . Sebuah usia yang sangat muda jika dibanding dengan akademi-akademi di negara-negara Eropa dan Amerika Utara.

Menurut Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (A1PI) Sangkot Marzuki, akademi ini dibutuhkan sebagai tempat bertanya. Meminta pendapat para ilmuwan dalam menentukan arah masa depan bangsa merupakan kelaziman yang berlaku di negara maju. "Akademi ilmu pengetahuan merupakan perangkat bangsa yang beradab," ujarnya.Berdasarkan hal itulah. Pemerintah Indonesia membentuk AIPI pada 1990, sebagai wadah para ilmuwan terkemuka untuk merumuskan dan memecahkan berbagai permasalah bangsa dengan kaca mata ilmu pengetahuan. Lewat Undang-undang No 8 Tahun 1990 AIPI resmi berdiri.

Namun sayangnya hingga 2007, kiprah AIPI tidak berjalan mulus. Ada masa surut yang harus dialami setelah kelahirannya. Tidak heran banyak orang tidak mengenal lembaga ini.Untuk menghidupkan kembali fungsi lembaga independen ini, pengurus melakukan revitalisasi. Pada 2008 bertepatan dengan 150 tahun teori Revolusi Charles Darwin, AIPI bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Yayasan Wallace melalaikan serangkaian kegiatan ilmiah.Untuk mengenang sumbangan ilmiah naturalis Alfred Russel Wallace, AIPI mengadakan serangkaian acara dan seminar. AIPI menilai apa yang dilakukan Wallace sangat bermanfaat bagi teori evolusi Charles Darwin. Lewat surat-surat yang dikirim dari Ternate, Darwin berhasil mengeluarkan buku The Origin of Species Wall.

Setahun sebelum buku Darwin diterbitkan, Wallace yang masih berada di Ternate mengungkapkan bahwa seleksi alam adalah dasar evolusi makhluk hidup. Sebuah penemuan besar yang diilhami oleh keanekaragaman hayati Indonesia. Menurut Sekretaris lenderal (Sekjen) AIPI, Budi Suyitno, spesimen-spesimen yang dikumpulkan Wallace di Indonesia berhasil membantu Darwin menyusun teori evolusinya.Bahkan penelitian yang yang dibukukan dengan judul The Malay Archipelago berhasil menemukan garis imajiner tetang perbedaan fauna Indonesia Timur dan Barat dengan nama Garis Wallace. Garis ini juga memberikan bukti tentang adanya pergeseran lempeng tektonik benua."Ini sebuah teori yang sangat maju di mana Bumi juga mengalami evolusi. Pemikiran ini jauh sebelum para ahli geologi melakukan penelitian," ujar Sangkot.

Penghargaan terhadap Wallace yang terlupakan ternyata mendapat banyak sambutan di luar negeri. Masyarakat dunia menjadi tahu bahwa Darwin tidak sendiri dalam menyusun teorinya.Budi mengatakan ini bentuk sumbangan AIPI kepada dunia dan Indonesia. Lembaga ini didirikan untuk memberikan sum-" bangan kepada masyarakat dan bangsa dalam bentuk pendapat, saran dan pertimbangan tentang dunia ilmu pengatahuan."Lembaga ini, baik diminta atau tidak, akan memberikan sumbangan pemikiran akan Indonesia masa mendatang," ujar Budi.

Budaya iptek

Lebih jauh, bagi Sangkot, lembaganya harus mampu menumbuhkan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Budaya iptek dalam pandangan Sangkot ditandai dengan keingintahuan yang tinggi (inquiring), toleransi terhadap perbedaan, toleransi terhadap perbedaan, menyikapi perbedaan dengan santun, dan tidak ada kebenaran mutlak. "Prinsip-prinsip ini ada dalam sains," katanya.Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh A1PI selama ini ditujukan salah satunya untuk meningkatkan budaya iptek. Dengan kendala keuangan yang ada, menurut Sangkot, AIPI berusaha meningkatkan semangat dan bangkit.

Sangkot mengatakan dengan anggaran yang minim, yaitu berkisar pada angka 5 miliar rupiah per tahun, sulit bagi lembaga ini menjalankan fungsinya secara maksimal. Pasalnya, untuk melaksanakan program-program dan pertemuan-pertemuan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.Ada 48 ilmuwan aktif yang duduk dalam lembaga ini. Mereka setiap bulan mengadakan pertemuan minimal sekali untuk membicarakan permasalahan sesuai dengan komisi bidang masing-masing. Pertemuan ini akan membahas permasalahan sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, ninuk kemudian dibahas dalam rapat paripurna yang dihadiri seluruh anggota.

Anggota AIPI disyaratkan memiliki prestasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diakui oleh masyarakat ilmiah. Keanggotaan AIPI berlaku seumur hidup dan dipilih berdasarkan pemilihan oleh anggota. Anggota yang tidak terpilih untuk 5 tahun kedua menjadi anggota kehormatan.Di luar negeri, khususnya di negara maju, anggota akademi semacam ini jumlahnya ratusan orang. Indonesia, dengan jumlah penduduk 2.020 juta orang, menurut Sangkot, tidak pantas jika hanya ada 50 orang ilmuwan yang menjadi anggota AIPI. Hal ini bisa terjadi karena Indonesia masih minim ilmuwan, apalagi ilmuwan kelas dunia yang ditandai dengan terbitnya karya tulis mereka di jurnal-jurnal sains terkemuka.

Alih-alih kemudian diisi oleh mereka yang tidak memiliki prestasi lebih, maka AIPI masih membatasi anggotanya. Apalagi sekarang ini anggarannya masih minim hanya berkisar 5 miliar rupiah per tahun. Masalahnya, menurut Sangkot, jika dipaksakan akan menurunkan mutu AIPI. Risikonya kemudian hasil kerja mereka dalam menelorkan panduan akan semakin menurun kualitasnya.Sejarah pembentukan AIPI diawali dengan pendirian Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) pada 1956. Hal ini dilakukan untuk meneruskan akademi sejenis pada masa pemerintahan Hindia Belanda.Namun pada perkembangannya, MIPI menjadi lembaga riset yang operasional yang kemudian menjadi LIPI. Sebagai lembaga pemerintah, LIPI tidak lagi hanya memberikan saran kepada pemerintah, di sinilah letak kekosongan akademi ilmu pengetahuan.

Selanjutnya, pada 1990, pemerintah mendirikan AIPI. Dengan Undang-undang No 8 Tahun 1990, AIPI secara sah mampu menjalankan fungsinya. Terpilih sebagai ketua ketika itu Widjojo Nitisastro, seorang ekonom.Sebagai lembaga independen, anggota baru AIPI dipilih oleh angggota lama. Namun, untuk anggota pertama kali dipilih oleh menteri dan lembaga penelitian saat itu, seperti Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan, dan Kepala LIPI Srinarni Samadikun. hay/L-1
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar