Rabu, 17 November 2010

Memproduksi Biodiesel dengan Enzim

 



Senin, 07 September 2009


Di tengah krisis bahan bakar yang berasal dari fosil, banyak penelitian dilakukan untuk menemukan energi alternatif.

Pencarian energi alternatif yang ramah lingkungan diharapkan mampu menjadi solusi atas kelangkaan energi yang terjadi akhir-akhir ini.

Belakangan, bahan bakar biodiesel menjadi salah satu jawaban dari permasalahan kelangkaan energi itu.

Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, semisal sawit, jarak, atau bunga matahari.

Setelah melalui proses pengolahan yang panjang, tumbuhan-tumbuhan itu akan menghasilkan minyak yang bisa digunakan sebagai bahan bakar.

Biodiesel selama ini diartikan sebagai bahan bakar dari campuran mono alkyl ester yang berasal dari rantai panjang asam lemak.

Untuk membuat biodiesel, diperlukan bahan-bahan seperti minyak goreng atau minyak jelantah, metanol, dan soda api (NaOH).

Sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, banyak dimanfaatkan minyak goreng bekas pakai atau jelantah.

Pertimbangannya, kedua bahan itu mengandung asam lemak bebas yang tidak baik bagi kesehatan sehingga tidak selayaknya digunakan untuk keperluan konsumsi.

Ketika minyak digunakan untuk menggoreng bahan makanan, terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam.

Proses itu bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan. Selain tidak baik bagi kesehatan, asam lemak bebas dapat menjadi ester jika bereaksi dengan metanol. Apabila bereaksi dengan soda, asam lemak akan membentuk sabun.

Produk biodiesel harus dimurnikan dari produk samping, gliserin, sabun sisa metanol, dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat menghidrolisis dan memecah biodiesel menjadi asam lemak bebas yang kemudian terlarut dalam biodiesel.

Asam lemak bebas dalam biodiesel tidak baik karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan dan menjadi korosi pada logam mesin diesel.

Selama ini, pembuatan biodiesel dalam skala kecil menggunakan katalis berupa soda api.

Contohnya, untuk penggunaan minyak goreng (baik baru maupun bekas) sebanyak satu liter, diperlukan metanol sebanyak 200 mililiter, soda api sebanyak 3,5 gram untuk minyak goreng baru, dan sebanyak 4,5 gram soda api-bisa juga lebih-untuk minyak goreng bekas.

Untuk memperoleh biodiesel, soda api dilarutkan ke dalam metanol.

Larutan itu lalu dipanaskan dalam suhu sekitar 55 derajat celcius dan diaduk dengan kecepatan tinggi selama 15 hingga 20 menit. Selanjutnya larutan itu dibiarkan selama 12 jam.

Setelah 12 jam, akan terlihat larutan berwarna jernih kekuning-kuningan pada bagian atasnya. Pada lapisan di bawahnya, terdapat asam lemak bebas dan bahan sabun dari sisa metanol yang tidak bereaksi.

Larutan pada bagian atas yang berwarna kekuning-kuningan itu kemudian dipisahkan dengan cara menuangkannya ke tempat lain dengan menyisakan unsur gliserin dan bahan pembuat sabun.

Menurut Achmadin Luthfi, peneliti bioproses dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), cara pemisahan itu dipandang terlalu konvensional dan tidak efektif. Katalis berupa soda api masih menghasilkan limbah berupa gliserin dan bahan baku sabun sehingga belum ramah lingkungan.

Sekarang ini, ada motede baru dalam pembuatan biodiesel, yaitu dengan memanfaatkan enzim sebagai biomolekul yang berfungsi sebagai katalis.

Katalis adalah senyawa yang mempercepat reaksi dan si katalis itu sendiri tidak habis bereaksi. Enzim yang dipakai dalam reaksi pembuatan biodiesel adalah enzim lipase atau enzim pemecah lemak. Enzim itu dapat mengatalisis, menghidrolisis, serta menyintesis bentuk ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang seperti halnya minyak goreng dan jelantah.

Berbeda dengan katalis soda api yang masih menghasilkan limbah, katalis enzim tidak menghasilkan limbah.

Pasalnya, dengan menggunakan enzim lipase, asam lemak bebas akan larut dan menjadi biodiesel. “Yang diperlukan hanya menyaring kotoran-kotoran berupa kerak yang sering ada, khususnya pada minyak jelantah,” kata Luthfi.

Untuk membuat biodiesel dengan katalis enzim lipase, hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menyiapkan enzim lipase ke dalam sebuah penampang berupa membran tertentu.

Dalam beberapa uji coba, Achmadin menggunakan dua filter lipase sebagai katalisnya.

Filter pertama digunakan untuk menyaring 60 persen kotoran, dan sisa kotoran yang sebanyak 40 persen disaring oleh filter kedua. Alhasil, total kotoran yang berhasil disaring mencapai 100 persen. “Enzim saya tempelkan di filter.

Ketika minyak lewat, berarti telah menjadi biodiesel,” jelasnya.

Filter dari bahan setipis kertas itu digunakan untuk jangka waktu tiga hari dengan kapasitas penyaringan sebanyak satu liter.

Jangka waktu yang terbilang pendek itu disebabkan Luthfi masih mengkhawatirkan kalau-kalau enzim hasil percobaannya akan larut.

Nantinya proses itu diperbesar, dan jangka waktu penggunaan filter diperpanjang sesuai dengan umur keefektifan enzim melakukan proses katalisis yang umumnya mencapai enam bulan.

Percobaan itu ternyata masih teradang persoalan harga enzim yang cukup mahal.

Sekarang ini harga enzim masih berkisar satu juta hingga tiga juta rupiah per kilogram. Untuk filter berukuran satu meter persegi, dibutuhkan tiga gram enzim.

Mengenai sumber minyak bekas yang menjadi salah satu bahan biodiesel, Luthfi menerangkan minyak bekas dapat diperolah dari restoran-restoran cepat saji, hotel-hotel berbintang, dan industri makanan.

Penggunaan minyak bekas dari tempat-tempat itu dimaksudkan agar sumber bahan pembuat biodiesel tidak mengganggu industri pangan.

Lebih jauh, Luthfi mengatakan setelah proses penelitiannya selesai, hasilnya dapat dengan mudah digunakan masyarakat.

Pasalnya, teknik katalisasi enzim terbilang sederhana sehingga bisa dilakukan oleh masyarakat awam. Hanya menggunakan tabung penyaring yang telah diberi enzim, maka teknik penyaringan dapat dilakukan dengan mudah.

Menurut Luthfi, potensi pembuatan biodiesel oleh masyarakat pun terbuka lebar.

Dengan membeli enzim filter, masyarakat dapat membuat pabrik pengolahan biodiesel sendiri.

“Enzim filter nantinya bisa dijual ke desa-desa,” ujarnya. Biodiesel nantinya bisa digunakan bukan hanya untuk kendaraan bermesin diesel, tetapi juga bisa sebagai bahan pelumas.
(hay/L-2)
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar