Rabu, 17 November 2010

Mengolah Rumput Laut Menjadi Mi Kaya Serat


  
  




Jumat, 02 Juli 2010


Perairan Indonesia yang cukup luas berpotensi meng hasilkan rumput laut dalam jumlah besar.

Sayangnya, budi daya rumput laut di Tanah Air masih sedikit. Hal itu bisa dilihat dari jumlah produksi rumput laut per tahun yang baru mencapai 910.636 ton.

Data tersebut diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2005.

Mengingat manfaatnya antara lain sebagai bahan campuran untuk makanan dan minuman, rumput laut termasuk salah satu sumber daya perairan yang bernilai ekonomi tinggi.

Selama ini, tumbuhan laut yang termasuk keluarga ganggang itu kerap diolah sebagai manisan, agar-agar, serta campuran es campur.

Selain sebagai bahan makanan dan minuman, rumput laut juga dijadikan sebagai bahan pembuatan obat lantaran kaya akan kandungan mineral dan gizi.

Salah satu unsur yang terkandung dalam rumput laut ialah kalsium. Berdasarkan penelitian, diketahui kandungan kalsium pada rumput laut mencapai 10 kali lebih tinggi ketimbang susu.

Karenanya, rum put laut acap kali dimanfaatkan sebagai obat anti-osteoporosis. Tumbuhan yang habitatnya di laut itu juga kaya akan mineral, asam amino, asam nukleat, karbohidrat, gula, dan aneka vitamin.

Beberapa jenis mineral yang terkandung di dalam rumput laut, antara lain besi, yodium, aluminium, mangaan, kalsium, nitrogen, fospor, sulfur, silikon, klor, barium, titanium, dan kalium.

Dari sekian banyak unsur yang terkandung di dalam rumput laut, unsur terbanyak ialah karbohidrat.

Uniknya, karbohidrat pada rumput laut terdiri dari senyawa gumi, yakni senyawa polimer polisakarida yang berbentuk serat.

Oleh karena itu tidak heran apabila rumput laut mengandung banyak serat. Serat tersebut sifatnya dietary fiber, yakni serat dengan kandungan karbohidrat hanya sedikit yang dapat diserap tubuh.

Berdasarkan hal itulah peneliti rumput laut dari Jurusan Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bonit Novrianto dan timnya mencoba mengolah rumput laut menjadi mi.

Bonit mengatakan alasan dia dan timnya memilih mi karena selama ini masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan, sangat menggemari makanan tersebut.

Mi instan, misalnya, begitu digemari banyak kalangan karena terbilang murah dan mudah dimasak.

Penambahan rumput laut ke dalam mi, papar Bonit, dapat menambah konsumsi serat pada masyarakat yang masih kurang.

“Serat dikenal sebagai bahan makanan yang dapat membantu melancarkan metabolisme tubuh, di samping manfaat lainnya,” ujarnya.

Bersama empat rekan mahasiswa IPB lainnya, Bonit menambahkan sekitar 30 persen rumput laut ke dalam adonan terigu dan sagu sebagai bahan dasar mi.

Berdasarkan hasil penelitian mereka, komposisi tersebut merupakan komposisi yang paling ideal dan membuat mi pas untuk dikonsumsi.

Apabila kandungan rumput laut yang ditambahkan melebihi 30 persen, maka mi akan menjadi lembek atau tidak kenyal lagi.

Hal itu bisa dimaklumi, pasalnya semakin tinggi komposisi rumput laut, maka semakin tinggi pula kandungan seratnya.

Rumput laut yang digunakan sebagai bahan campuran mi itu berasal dari jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut tersebut banyak terdapat di pantai berkarang.

Lantaran manfaatnya yang luar biasa Eucheuma cottonii menjadi primadona dalam perdagangan internasional.

Bonit menjelaskan pembuatan mi rumput laut dilakukan dengan cara merendam rumput laut dengan konsentrasi tertentu dalam cairan yang diberi NaOH.

Perendaman tersebut dimaksudkan agar rumput laut menjadi lunak dan untuk menjaga agar derajat keasaman (pH) berada pada kisaran 6 sampai 7.

Dengan kisaran pH tersebut proses ekstraksi nantinya dapat berjalan baik. Proses selanjutnya rumput laut dibersihkan dari senyawa NaOH dengan air bersih.

Setelah bersih rumput laut kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender elektronik sampai terlihat lembut.

Rumput laut yang sudah lembut itu selanjutnya disaring dengan menggunakan penyaring ukuran tertentu.

“Setelah itu, ekstrak dipanaskan dengan kompor selama lima menit,” jelas Bonit.

Proses pemanasan membuat ekstrak rumput laut berbentuk menyerupai tepung. Selanjutnya, tepung rumput laut dicampur dengan tepung terigu dan tepung sagu.

Ketiga bahan tersebut diaduk-aduk hingga kalis dan kemudian dibuat lembaranlembaran dengan menggunakan alat.

Lembaran-lembaran itu lalu dipotong-potong kecil memanjang menyerupai mi biasa.

Irisan panjang-panjang itu lalu dibentuk menyerupai mi instan, bisa berbentuk kotak atau bulat bergantung selera.

Setelah proses membentuk mi tersebut selesai beranjak ke proses selanjutnya yakni perebusan.

Apabila mi yang direbus itu terlihat matang, selanjutnya diangkat dan kemudian dijemur atau dikeringkan di dalam oven.

Pada mi basah tidak perlu lagi dilakukan pengeringan. Pasalnya, pe nge ringan bertujuan untuk membuat mi tahan lama.

Sementara itu bagi mereka yang langsung ingin memasaknya, mi basah bisa segera dimasak dengan bumbu sesuai selera.

Tanpa Pengawet

Mi kering berbahan dasar rumput laut itu memiliki waktu kedaluwarsa tiga bulan.

Sedangkan mi basah hanya bertahan tiga hari. Waktu ke daluwarsa yang singkat dikare nakan mi rumput laut tidak menggunakan bahan pengawet seperti mi instan pada umumnya yang bisa awet hingga satu tahun.

Menurut Bonit, selain bebas bahan pengawet, mi rumput laut itu memiliki beberapa kelebihan lainnya dibandingkan dengan mi biasa.

Dari sisi rasa, misalnya, adanya penambahan rumput laut menjadikan mi terasa lebih kenyal.

Dengan begitu ketika direbus terlalu lama dalam air panas mi tidak mudah hancur.

Kelebihan lainnya, mi rumput laut mengandung bahan anti-oksidan yang dapat melawan zat karsinogenik, yakni zat pemicu kanker.

Bagi mereka yang kurang suka atau jarang mengonsum si sayur dan buah, menyantap mi rumput laut dapat mewakili pemenuhan kandungan serat yang banyak terdapat pada sayur dan buah.

Dengan kandungan yodium yang mencapai 0,1 hingga 0,15 dari berat kering rumput laut, menjadikan mi rumput laut bermanfaat pula untuk mencegah penyakit gondok.

Selain itu, penambahan rumput laut pada mi dapat mengurangi tingkat konsumsi gandum.

Seperti diketahui gandum selama ini gandum diperoleh melalui jalur impor. Rumput laut juga bisa mengatasi kerawanan pangan di Tanah Air.

Jika selama ini singkong, jagung, dan ubi kerap dikonsumsi masyarakat yang kesulitan membeli beras sebagai bahan makanan pokok, maka masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah pesisir, bisa mengonsumsi rumput laut sebagai bahan tambahan pada makanan tersebut.
hay/L-2
Ditulis oleh Haryo Brono/Koran Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar